BAHASA JAWA KUNO DAN SASTRANYA

BAHASA JAWA KUNO DAN SASTRANYA
1.     SEJARAH DAN PRA SEJARAH BAHASA JAWA KUNO
Pengetahuan kita mengenai sejarah Jawa Kuno terutama berdasarkan piagam-piagam dan prasati-prasasti lama, yamg ditulis di atas batu atau  lempeng-lempeng dari perunggu. Tulisan-tulisan itu biasanya menyebut tanggal dikeluarkannya lewat sebuah sistem rumit yang berikaitan dengan gejala-gejala astronomis. Demikian misalnya prasasti Sukabumi diawali begini : “Pada tahun 726 penanggalan bulan saka, dalam bulan Caitra, pada hari kesebelas paro terang, pada hari haryang (hari kedua dalam minggu yang berarti enam), wage (hari keempat dalam minggu berhari lima), saniscara (hari ketujuh dalam minggu yang berhari tujuh)....” dan seterusnya.
Pada tanggal 25 Maret 804 ditemukan prasasti Sukabumi, dalam prasasti tersebut bisa dikatakan sebagai tonggak yang mengawali Bahasa Jawa Kuno. Prasasti Sukabumi merupakan program pertama yang mempergunakan Bahasa Jawa Kuno dan sejak saat itu Bahasa Jawa Kuno menjadi dipakai dalam kebanyakan Dokumentasi. Bahasa Jawa Kuno termasuk rumpun bahasa yang dikenal sebagai bahasa-bahasa Nusantara dan yang merupakan suatu sub bagian dari kelompok linguistis Austronesia. Diantara bahasa-bahasa Nusantara yang secara kasar meliputi 250 macam bahasa, terdapat beberapa yang dapat membanggakan suatu kesustraan yang cukup luas. Satra Melayu yang sastra tertulis dan tertuanya berasal dari sekitar tahun 1600, kemudian bahasa Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Bugis, dan Bali. Ditengah bahasa-bahasa tersebut bahasa Jawa menduduki tempat yang istimewa, karena karya-karya sastranya berasal dari abad ke-9 dan ke-10.
Ada dua sifat yang nampak dalam bahasa Jawa Kuno. Pertama dimana-mana muncul kata-kata yang berasal dari bahasa Sansekerta, tetapi dari lain pihak, walaupun adanya pengaruh yang besar dari bahasa Sansekerta yang secara linguistis termasuk suatu rumpun bahasa yang sama sekali, namun bahasa Jawa Kuno dalam segala susunan dan ciri-ciri pokok tetap merupakan suatu bahasa Nusantara. Menurut perkiraan Gond puisi bahasa Jawa Kuno yang disusun dalam metrum-metrum India (kakawin) mengandung kurang lebih 25% sampai 30% kesatuan kata yang berasal dari bahasa Sansekerta.
2.     PENGARUH INDIA TERHADAP BAHASA JAWA KUNO, PERANAN BAHASA SANSEKERTA
Pengaruh India terhadap bahasa Jawa Kuno adalah banyaknya orang pribumi yang menikah dengan orang asing keturunan India yang tinggal sementara di Jawa dan menetap selamanya di Jawa. Bahasa Sansekerta merupakan bahasa ilmu khusus di istana, selain itu juga dipakai dalam lapisan atas masyarakat, dan dipakai dalam kalangan agama, baik dalam sastra keagamaan (kecuali dalam sebagian satra Budha yang mempergunakan Pali sebagai bahasa kramatnya), maupun untuk keperlauan ibadat, sejauh ibadat itu mengatasi tingkat agama rakyat di dusun-dusun.
Peranan bahasa Sansekerta adalah karena bahasa Sansekerta pada waktu itu merupakanbagian penting dalam kebudayaan baru dan banyak pengarang buku-buku yang memasukan kata-kata yang berasal dari bahasa Sansekerta kedalam karya sastranya dengan tujuan untuk memperkaya kosa kata. Banyak kata-kata bahasa Sansekerta yang diserap oleh bahasa Jawa Kuno, tetapi mengalami perbedaan arti.
3.      KERANGKA HISTORIS SASTRA JAWA KUNO
Abad ke-9 pusat kekuasaan politis dan kehidupan kebudayaan terdapat di Jawa Tengah. Sekitar tahun 903 pusat itu bergeser ke arah timur. Di Jawa Timur wangsa yang sedang berkuasa semula berkedudukan di lembah Kali Brantas, bagian hulu, pendiri wangsa itu ialah Sindok yang juga disebut-sebut dalam prasati-prasasti di Jawa Tengah sebelum tahun 903 yang merupakan eturunan raja Jawa tengah terakhir. Pada tahun 1016 kerajaan Jawa Timur mengalami suatu bencana dahsyat, mendapatkan penyerangan dari luar Jawa, hal tersebut menamatkan riwayat sejarah wangsa Sindok.
Raja Erlangga berhasil memulihkan kerajaan Jaa Timur serta kesatuannya rupanya untuk meniadakan perjuangannya, karena menjelang mangkatnya ia mengemalikan kerajaannya kepada kedua putrannya. Perbuatan tersebut melahirkan kerajaan Jenggala dan Kadiri. Pada tahun 1222 kerajaan Kadiri hancur. Rajanya dikalahkan dan gugur dalam suatu pertempuran. Kekuasaan beralih pada suatu wangsa baru yang mendirikan kratonnya kearah timur, di Snghasari. Pada tahun 1292 wangsa baru itu digulingkan.
Pada tahun 1292 wangsa baru itu digulingkan oleh pemberontakan seorang pangeran dari Kadiri yang direndahkan sampai status seorang vasal. Kertanegara, raja Singasari, menemukan kehancurannya ketika kratonnya diserang, tetapi putra menantunya, Wijaya berhasil meloloskan diri dan menyusun perlawanan terhadap Kadiri, dan berhasil mendapatkan bantuan dari Cina. Setelah Wijaya berhasil mengalahkan Kadiri, kemudian memakai nama Krtarajasa ia menjadipenguasa pertama yang memimpin kerajaan Majapahit yang selama abad ke-14 dan ke-15 tidak hanya merupakan kekuatan utama di luar Jawa dalam bidang politik dan kebudayaan.
Pada tahun 1343 Majapahit melawan Bali yang mengakibatkan kekalahan raja utama di sana, sehingga kerajaan harus tunduk kepada Majapahit. Sejak raja Erlangga, Bali makin dipengaruhi oleh Jawa dankini pulau itu menjadi bagian dari kerajaan Majapahit, jadi bali ikutt andil pada sastra Jawa Kuno. Hindu-Jawa terusir dari pusat-pusat kekuasaan politik yang sekaligusmerupakan benteng-benteng kebudayaannya. Sultan Demak merebut keraton Majapahit dengan kekerasan dan memporakporandakan agama baru, dia menyerahkan kraton itu kepada para pengikutnya untuk dirampok dan atas perintah dari Sultan demak semua buku-buku Hindu-Jawa yang dianggap keramat di bakar.
Kondisi-kondisi agar sastra Jawa Kuno itu dapat bertahan dan melangsunkan eksistensinya sebagai peninggalan mati dari masa silam yang telah lenyap. Pertama lenyaplah keraton-keraton dan karya-karyanya diawetkan terus menerus dan selalu diperbaharui oleh juru salim. Menyusul pusat-pusat keagamaan, runtuhnya kerajaan Majapahit dan peralihan dari Agama Hindu ke Agama Islam. Tetapi mengenai sastra tertulis, hanya sedikit yang dapat bertahan kecuali sejumlah syair Jawa Kuno yaitu Mahabarata, Ramayana, dan Arjunawiwaha. Pada akhir abad ke-18 dikalangan kraton Surakarta menghasilkan karya seni yang bermutu dan berfungsi sebagai contoh bagi persajakan Jawa Modern.
4. Bahasa Jawa Kuno dan pertengahan, kakawin dan kidung, kesusastraan
Istilah Jawa Kuno dipakai dalam arti yang seluas-luasnya sambil mengesampingkan sastra Jawa modern. Bahasa Jawa Kuno dari abad ke-9 merupakan bentuk tertua bahasa Jawa yang dalam perkembangan waktu mengalami banyak perubahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurun waktu untuk menciptakan kakawin hampir seribu tahun lamanya. Dan itu semua termasuk sastra Jawa Kuno. Istilah sastra Jawa modern pun agak membingungkan. Biasanya dipakai untuk menunjukkan bahasa yang dipakai dalam sastra Jawa yang dipakai pada jaman para pujangga. Dengan demikian penelitian kita yang didorong oleh nafsu ingin tahu, menghasilkan suatu kesimpulan yang cukup mengherankan, yaitu : pada waktu yang sama, pada abad ke-16, terdapat bahasa Jawa Kuno seperti yang kita jumpai dalam satra kakawin yang ditulis di Bli berdampingan dengan Jawa Pertengahan seperti Nampak dalam sastra kidung Bali serta Jawa Modern.
5. Bagaimana Sastra Jawa diawetkan
Sastra Jawa kuno telah sampai pada kita dari masa yang jauh silam. Hanya sebagian saja yang dapat bertahan menghadapi segala macam bahaya dalam perjalanannya selama berabad-abad. Bagian terbesar teks-teks diawetkan dan dipelihara di Bali dan berabad-abad lamanya diselamatkan. Dengan demikian kepada Bali lah kita berhutang budi karena disana sastra Jawa Kuno diselamatkan. Kumpulan naskah sastra Jawa Kuno dan pertengahan yang kini disimpan dalam berbagai perpustakaan hampir semuannya berasal dari Bali.
6. Kritik Teks
Dalam ulasan sebelunya telah dibeberkan secara garis besar kekurangan-kekurangan yang dihadapi seseorang yang ingin mengalihkan sebuah naskah Jawa Kuno ke dalam sebuah teks yang dapat dengan mudah dibaca dan sejauh mungkin tidak menyalahi teks aslinya. Maka dari itu kerilulah jika kita menganggap teks-teks yang sampai sekarang ini diterbitkan sebagai teks-teks definitif yang tidak dapat diperbaiki lagi. Penyunting akan memilih dengan cermat varian-varian seperti terdapat dalam naskah yang masih ada dan dengan demikian ia akan mencoba merekonstruksikan prototype-nya. Kecerdasan penyunting akan diuji bila dia menyelidiki apa yang terjadi dengan autograph dalam waktu yang telah lewat sampai munculnya prototype itu; ini merupakan daerah rawan yang terbentang dibelakang naskah prototype itu. 

1 Response

Posting Komentar