serat

 Serat Nitipradja
Serat ini bisa dikatakan adik dari serat Nitisruti. Karena hampir semuanya meniru Nitisruti. Isinyapun banyak yang sama yaitu patinya memberi petua kepada orang-orang yang tinggi kedudukannya di dalam negara dalam hal ketatanegaraan dan cara memimpin rakyat. Serat Nitipradja menceritakan juga kisah Kodja-djajahan, lebih panjang jika dibandingkan dengan kisah yang terdapat di Serat Nitisruti.
Serat Sewaka
Serat ini memuat petua-petua untuk orang yang mengabdi. Dari kutipan bagian awalnya sudah ada apa yang dimaksud petua-petua tersebut. Kutipannya :
Serat Sewaka hamba syairkan, jalma- paksa- kawajang buana, angka tahun ketika mengikatnya(mengarangnya) akan jadi cerminannya, karena menhamba kepada raja, jangan hati menyimpang, dari pada ajaran dan tahu, akan pangkal tengah dan ujungnya, jangan lupa akan aturan dan ketertiban, Tanya-tanyalaj dan tuntutlah akan yang baik.
Serat Menak
Dalam jaman Mataram cerita-cerita Islam sudah menjadi serat atau kitab. Induk dari Menak yaitu cerita dari tanah Parsi. Bernama Hikayat Amir Hamzah. Yang dijadikan permulaan cerita adalah tentang Nabi Muhammad bertanya kepada baginda Ambyah yang di dalam serat Menak disebut Wong Agung(Orang Besar). Baginda Ambyah itu saudara baginda Abas dan paman Nabi.
Bentuk cerita dari pada serat Menak pada dasarnya sama dengan bentuk cerita dalam serat Pandji. Pengaruh serat Pandji dalam serat Menak tampak benar pada nama Raden Geluh: dewi Muninggar atau putri lainnya. Demikian juga nama Wong Agung. Dalam jaman Jawa-Islam Serat Menak sangat disenangi orang, karena propaganda agama Islam. Karena banyak orang yang gemar akan cerita Menak, timbulah cerita Menak panjang dan tidak sedikit jumlahnya. Cerita-cerita tersebut samapai di tanah Sasask, Pulau Lombuk dan Palembang, bahasanyapun masih ada yang murni ada juga yang sudah bercampur dengan bahasa Sasak.

SERAT-SERAT JAWA KUNA GOLONGAN YANG KE-6

SERAT-SERAT  JAWA KUNA GOLONGAN YANG KE-6
Golongan ini hampir sama dengan golongan yang ke-10, yaitu :
1.      Nama ratu, yang disebut sambungan dri nama lainnya
2.      Waktu atau angka tahun
3.      Lawan bahasa
4.      Serat jawa kuna yang lebih tua
5.      Menceritakan apa yang ada di tanah jawa
Brahmanandapurana, mawi sekar
Jadi dalam bab ini menceritakan lawan bahasa juga ada serat bahasa yang ke-6. Di dalam Brahmananpurana, ada seorang ratu yang sudah tua bernama Sang Sri Prakretiwiraja, tidak ada barang-barang yang lain, yang bisa dipakai oleh Sang Sri Praketiwiraja.
Serat Brahmanandapurana sudah pernah diceritakan dengan menggunakan bahasa latin oleh Prof. J. Gonda, bersama Serat Brahmanandapurana dengan bahasa Gantjar.
Kunjarakarna, mawi sekar
Serat ini adalah serat yang dimilki oleh agama Budha-Mahayana. Jadi seperti serat Sang Hyang Kamahayanikan. Di dalam serat ini penataan bahasa-bahasanya sangat bagus sehingga mudah untuk di pahami.
Nagarakertagama, mawi sekar
Serat ini menceritakan keadaan di Majapahit dengan berdirinya Prabu Hayam Wuruk raja di tanah Jawa berdiri pada tahun 1272-1311 (1350-1389 tahun Masehi). Sebagian besar serat ini adalah serat yang diambil dari tanah Balambangan, lalu kembali dan singgah di Singasari (Tumapel).
Di serat yang sebelumnya Serat Nagarakertama, cerita Majapahit iu khususnya ada di serat-serat babad Jawa. Serat Nagarakertagama itu kidung-kidungnya bagus dan bahasanya juga bagus. Nama tersebutdibuat oleh Sang Prapanja di tahun 1287 Caka (1365 tahun Masehi).  


KIDUNG BASA DJAWI TENGAHAN

KIDUNG BASA DJAWI TENGAHAN
            Bahasa Jawa Kuna hanya digunakan sampai ke jaman Kerajaan Singasari. Bahasa Jawa Tengahan muncul ketika berdirinya Kerajaan Majapahit. Pada jaman Kerajaan Majapahit, orang-orang banyak yang tidak paham dengan bahasa jawa kuna karena bahasa jawa tengahan sudah menjadi bahasa umum dan bahasa pemerintahan.
            Hasil Karya pada Jaman Tengahan berupa Kidung, bersamaan dengan munclnya tembang macapat. Dalam Kidung bahasa jawa Tengahan ada yang melestarikan sekar ageng dan sekar kawi, tetapi tidak mengikuti aturan guru lagu karena sangat sulit, yang diikuti  hanya banyaknya “wanda” didalam “sapada-lingsa”. Contoh hasil karyanya adalah Serat Dewa-rutji dan Serat Suluk Sukarsa.
42.              Dewa-rutji, mawi sekar
Dalam Serat Dewa-rutji menggunakan bahasa Jawa Tengahan, tetapi penggabungannya masih melesterikan cara Jawa Kuna, menggunakan “ Sekar ageng ingkang sampun nilar guru lagu ”.
Dalam Serat Dewa-rutji mengandung cerita tentang Sang Bima yang pergi ke laut dan menceburkan diri ke laut. Di laut Sang bima bertemu dengan naga Nabat-nawa, lalu berperang dengan Sang Bima, naganya kalah dan mati. Sang Bima pergi ke sebuah pulau dan disana bertemu dengan Dewa-rutji, dan Raden Wrekudara disuruh untuk masuk ke gua tempat Dewa-rutji dan diberi pengertian yang bemacam-macam serta nasihat.
Yang membuat Serat Dewa-rutji tidak diketahui, tetapi dilihat dari bahasanya sudah termasuk muda.
kapustakan jawi

1.     Bhismaparwa
Merupakan cerita dari mahabarata, mulai dari perang Baratayuda. Didalam Bhismaparwa petikan dari serat Bhagawadgita. Serat Bhismaparwa ini diceritakan sebagian dengan bahasa Belanda dengan Prof. Dr. J. Gonda.

2.    Asramawasanaparwa
Merupakan bagian cerita Mahabarata. Menceritakan setelah perang baratayuda. Sang Destarastra dijadikan ratu di Negara Ngastina, 15 tahun lamanya. Semua itu untuk menolongnya karena putra-putra serta keluarganya telah tiada(meninggal) semua.
Para pandawa sujud, berbakti,  jangan sampai sang Dhastarastra mengingat akan putra-putra, serta keluarganya yang telah meninggal. Tetapi sang Bima yang gregetan, lalu datang menemui sang Dastarastra, sebab keingat perbuatan sang Doryudana, yang telah membuatnya susah, dan malu. Jikalau tidak ada orang, sang Dastarastra dipindahkan dan suka di bangga-banggakan oleh orang yang sudah pernah disakiti . bersama sang Dastarastra                    ,kemudian pamitan dengan Prabu Yudistira dan pergi ke    di wana. Kemudian berangkat, dengan Arja Widura, Dewi Gandari, serta Dewi Kunti. Di dalam  ada patapan yang pernah didatangi oleh para Pandawa, tetapi  tidak lama kemudian ia meninggal, begitu juga pengikutnya.

3.    Mosalaparwa
Merupakan bagian ke 16 dari cerita Mahabarata. Menceritakan para Wresna serta Jadu, Santana di Madura-Dwarawati ;menceritakan juga ketika meninggalnya prabu Baladewa serta Prabu Kresna. Pada suatu hari, sang Narada serta para resi malah mendatangi Dwarawati. Ketika itu sang Samba dijadikan putrid, dijadikan istri sang Babhru (Arja Prabu) kemudian ditanyakan oleh sang pendeta, besok ketika punya anak, keluar laki-laki apa perempuan. Sang Pendeta berkata ketika dibuat mainan,marah dan berkata : besok metu goda yang membunuh kalian semua, (mosala : goda). 
Sang Baladewa tapa dan didatangi sang Kresna, sang Baladewa sakit keras dan kemudian meninggal. Kemudian ada naga keluar dari mulutnya sang Baladewa; naga kemudian datang menjemput naga-naga yang lain. Batara Kresna kemudian tapa di pohon-pohonan, kena panahnya djuru ambebedag, dan meninggallah ia.semua yang ada di Dwarawati kemudian pada meninggal atau pada tapa di wana.

4.    Prasthanikaparwa
Merupakan bagian ke 17 dari cerita Mahabarata. Dalam buku ini diceritakan bagaimana Sang Pandawa         ratu sang Parikesit di Ngastina, dimong Begawan Krepa, para pandawa tapa ninggal keprabon. Ada sagewon yang ikut. Sang Parikesit serta Bala juga ikut, namun kemudian pulang ke keraton.
Para Pandawa melanjutkan perjalanansampai saganten. Sang Hyang Agni datang, menyuruh sang Arjuna datang untuk     diseganten. Kemudian melanjutkan perjalanan urut pasisir, kemudian naik ke gunung Himalaya, keluar Eganten wedi. Sang Dropadi ada disana rebah, meninggal; kemudian sang Sahadewa, Nakula, Arjuna, WErkudara juga rebah, meninggal.
Batara Indra mengeluarkan sang yudistira masuk surge. Sang  yudistira juga mau menyerahkan Segawon. Segawon badar menjadi Batara Darma. Kemudian Yudistira masuk surge. Tetapi disana tidak bertemu dengan raji-raji dan dewi Dropadi, sang Yudistira mencari, dan kumpul dengan saudara-saudaranya di neraka.

raden werkudara

Raden Werkudara
Werkudara iku putra Pandhu Dewanata lan Dewi Kunthi, kang nomer loro. Werkudara uga dadi panenggaking pandhawa. Nalika lair kabuntel bungkus, kebuntel ari-arine bayi.
Kaelokaning jagad, bayi kang isih bungkus iku pranyata madal sakathahing gegaman. Manut pamawase Begawan Abiyasa si jabang bayi bungkus supaya kasingkirake menyang Setra Gandamayit. Dene para sesepuh ngastina padha sarujuk. Sabanjure, jabang bayi bungkus kaleksanan dedunung ing alas. Bayi bungkus saya suwe saya gedhe. Yen ngglundhung ngiwa nanggor wit gedhe, wite apik sanalika. Yen ngglundhung natap watu, watune pecah ambyar sanalika.
Kedadeyan iki ndayani lan mrebawani nganti tumekaning kahyangan. Bathara Guru dawuh marang Bathara Narada supaya turun ing ngarcapada niti priksa anane gara-gara ing kahyangan. Tindake gegancangan enggala tekan alas Setra Gandamayit. Ing kono meruhi ono bayi bungkus glundhang-glundhung, ngiwo nengen nrajang apa bae ajur mumur tan mangga puliha. Bathara Narada dawuh Gajah Sena supaya mrawasa bungkus kuwi.
Bungkus ditujes nanggo gadhinge kang lincip mingis-mingis ora preduli dadine mengkono. Bareng gadhing tumancep, sakala bungkus pecah byak sigar dadi loro. Bebarengan karo pecahe bungkus, Gajah Sena sanalika musna.
Ora gantalan suwe mak jleg ana pawongan gung aluhur, godheg wok, simbar jaja anjenggereng ngedab-edabi, karop gereng-gereng swarane, gumleger nggegirisi. Kukune ing jempol tangan kekarone malihane gadhinge Gajah Sena kang sabanjure diarani kuku Pancanaka. Bathara Narada enggal nemoni lan manembarama marang pawongan gedhe dhuwur, paring andharan yen sing nulungi bungkus iya Hyang Narada jalaran dinuta Hyang Guru. Dene pawongan kaparingan jeneng Bratasena iya Werkudara, iya Bima Sena.
Bathara Narada banjur paring katrangan urut-urutaning lelakoning Bratasena. Durung rampung anggone paring dhawuh, gumrojog tanpa larapan, rawuhe Bathara Bayu sumusul Bathara Narada atur katrangan dinuta Hyang Guru angaku putra lan maringi piandel arupa aji marang Bratasena, kanga ran aji Katuglindhu. Dayane yen diwatek bisa mlaku banter banget pindhane angin. Gandheng wis diaku putra, mula Bratasena agu aran Bayuputra.
Durung rampung anggone imbal wacana dewa loro lan Bratasena, kasusul sowane kawula Ngastina kautus Prabu Pandhudewanata.
Sabanjure utusan kadhawuhan bali menyang Ngastina klaro ndherekake Bayuputra, dene dewa lelorone bakal kondur menyang Kahyangan.
Bratasena nerusake lakune. Satekane praja, dheweke kapapag para nayaka praja banjur kalarapake ngadhep Pandhu Dewanata. Tekane Bratasena ndadekake renaming Panggalihe Prabu Pandhu Dewanata.

Pretelan-pretelan ing ngisor iki bener opo salah
1.      Werkudara iku golongane Pandawa.                                                        (B/S)
2.      Werkudara iku putrane Raden Dewanata lan Dewi Jombowati.              (B/S)
3.      Werekudara iku putra nomer telu.                                                            (B/S)
4.      Werkudara iku satriya ing Jodhipati.                                                        (B/S)
5.      Werkudara nalika lair kebungkus godhong.                                             (B/S)
6.      Werkudara kasingkirake menyang alas.                                                    (B/S)
7.      Kukune Werkudara arane kuku Pancanaka.                                             (B/S)
8.      Seng nulungi bayi bungkus iku Bhatara Guru.                                         (B/S)
9.      Bratasena uga diarani Bhatara Indra.                                                       (B/S)
10.  Bayi bungkus ditujes Gajah Sena nganggo gadhinge.                              (B/S)