Kosmologi
dan Kosmogoni Novel Lintang Panjer Rina
Anggitan
Daniel Tito
1.1
Percintaan
Yang Ada dalam Novel Lintang Panjer Rina
Harjito dan Winarsih adalah sepasang
kekasih yang sudah menjalin cinta sejak SMA. Mereka berencana untuk menikah
setela mereka lulus SPG. Tetapi keinginan mereka untuk menikah tidak dapat
terwujud. Winarsih sudah dijodohkan oleh ibunya dengan seorang lelaki yang kaya
yaitu Sumardi. Sumardi bekerja sebagai pegawai bank. Harjito dan Winarsih
memikirkan cara agar perjodohan itu bisa dibatalkan sehingga Winarsih tidak
perlu menikah dengan Sumardi.
Harjito dan Winarsih terus
memikirkan cara yang tepat. akhirnya mereka memilih untuk melanjutkan
pendidikan hingga lulus sarjana. Namun Sumardi justru bersikeras untuk
membiayai pendidikan Winarsih asal Winarsih mau menikah dengannya. Ketulusan
Sumardi kepada Winarsih disambut baik oleh Winarsih. Hal ini membuat hubungan
Winarsih dan Harjito justru semakin jauh.
Harjito dan Winarsih bertemu saat
perpisahan sekolah dan itu adalah perpisahan terakhir mereka. Semenjak itu,
Winarsih dan Harjito sudah benar-benar tidak pernah bertemu. Winarsih sudah
membuka hatinya untuk Sumardi dan akhirnya mereka menikah. Awal pernikahan
mereka, Winarsih merasa bahagia dan nyaman hidup bersama Sumardi. Tetapi,
ternyata Winarsih salah mengartikan kebaikan Sumardi.
Sumardi jarang pulang ke rumah dan
berpamitan kepada Winarsih bahwa dia lembur kerja. Tetapi, ternyata Sumardi
memiliki wanita lain yaitu Warni. Warni sudah memiliki anak dari hubungannya
dengan Sumardi walaupun mereka berdua belum menikah. Selain terbukti
berselingkuh dengan wanita lain, Sumardi juga terbukti melakukan korupsi. Hal
ini membuat Winarsih sedih dan tertekan. Karena tidak tahan dengan kondisi
rumah tangganya, akhirnya Winarsih meminta cerai ari Sumardi.
Kehidupan Winarsih memang sangat
memprihatinkan, berbeda dengan Harjito. Semenjak lulus dari sekolah, Harjito
merencanakan untuk bekerja di Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di Jogja.
Akan tetapi, saudara Harjito mengajak Harjito untuk bekerja di Sumatera. Jadi
Harjito beserta temannya yang bernama Joko pergi ke Sumatera. Harjito berharap
bisa memulai hidup baru dan melupakan segala hal tentang Winarsih.
Suatu hari, saat Harjito sedang
bekerja, dia dikagetkan dengan kehadiran Winarsih. Winarsih meminta Harjito
untuk menerimanyaa kembali. Akan tetapi. Harjito sudah terlanjur sakit hati
sehingga dia menolak permintaan Winarsih. Winarsih mengerti keputusan Harjito
yang tidak mau kembali padanya. Sehingga Winarsih tidak kecewa walaupun Harjito
sudah menolaknya. Kemudian Winarsih kembali ke kampungnya tanpa merasa kecewa
apalagi dendam kepada Harjito.
Harjito dapat memenuhi impiannya
untuk melanjutkan pendidikannya ke ASRI. Namun, sebelum Harjito sempat masuk
sekolah, dia mendapat berita bahwa ibunya jatuh dan harus dirawat. Mengetahui
hal itu, Harjito langsung memutuskan untuk pulang dan meninggalkan sekolahnya.
Namun betapa terkejutnya Harjito begitu dia tahu bahwa yang seddang merawat
ibunya saat itu adalah Winarsih. Winarsihlah yang selama ini sudah merawat ibu
Harjito.
Suatu pagi saat Harjito sedang
berada di halaman rumahnya, Winarsih datang menghampiri. Harjito dan Winarsih
mengobrol setelah sekian lama tidak pernah berbincang-bincang. etapi
disela-sela saat mereka sedang bercerita, tiba-tiba Harjito memeluk Winarsih.
Winarsih bahagia ketika Harjito memeluknya. Pagi itu, Harjito memeluk Winarsih
di bawah sinar bintang kejora yang sangat indah. Dan dari sinilah, kehidupan
baru akan mereka ukir kembali.
2.1 Latar
Belakang pengarang
Greget dari Daniel Tito yang
menyebabkan munculnya Novel Lintang Panjer Rina ini. Daniel pernah dicecar
pertanyaan yang sedikit menyindir, pertanyaanya kurang lebih seperti ini: “Kok isih kober nulis Jawa? Kok ya isih
lanyah?”. Pertanyaan tersebut datang kepadanya tidak hanya satu dua kali,
namun sering pertanyaan tersebut ditujukan padanya.
Keadaan Sastra Jawa belakangan ini
memang sudah sangat memperihatinkan. Orang Jawa memang bayak yang menggunakan
bahasa Jawa didalam bahasa sehari-harinya, namun kesadaran untuk membaca
tulisan Jawa pada zaman sekarang bisa dihitung dengan jari saja.
Kemudian majalah berbhasa Jawa yang
dianggap menjadi benteng terakir sastra Jawa, belakangan ini satu persatu mulai
menghilang. Sekarang yang masih ada tinggal hanya 3 majalah, yaitu: Panjebar Semangat, Jaya Baya, dan Djaka Lodang.
Tetapi keadaanyapun sangat memperihatinkan.
Hal tersebut membuat Daniel
menyimpulkan bahwa daya baca masyarakat sekarang sangat kurang. Tidak seperti
pada masa Daniel remaja, Sastra Jawa masih sanggat tenar. Nama-nama seperti
Suparta Brata, Emite, Tamsir AS, sudah sangat terkenal dan familiar
ditelinga-telinga masyarakat dan pembaca setia Sastra Jawa.
Pada hal tersebut diataslah yang
menyebabkan Novel Lintang Panjer Rina ini muncul. Novel ini adalah perjuangan
dan kesabaran dari Daniel. Untuk mewujudkan dan menjadikan novel ini Daniel
banyak berguru pada sastrawan-sastrawan yang masih eksis sampai dengan
sekarang.
Banyak yang membantu yang berwujud
apapun yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tetapi sastrawan yang banyak
membantu khususnya Arswendo Atmowiloto, dr. H. Harsono, Oesondo, Hadidjojo
Saputra S. Sos, Drs. Sadirman Bau Kuntjoro, Bambang Sadono SH, Sam Sudiyono
SE,MM, AK, Ir. Widi Pranoto, N. Sakdani Darmopamudjo, Agung Sasongko, HS
Sumaryono dkk.
novel Lintang Panjer Rina dari segi
struktur dapat dikatakan sebagai novel yang memiliki estetika instrinsik,
maksudnya ialah bahwa unsur-unsur dalam struktur novel saling dukung dan
terkait serta memiliki kepaduan internal. Namun dari segi gaya penulisan,
Daniel Tito tidak menggunakan bahasa tulis yang indah seperti memanfaatkan
ungkapan-ungkapan Jawa ataupun parikan
dalam bahasa Jawa.
Oleh karena itu dapat dikatakan
bahasa yang digunakan dalam penulisan novel Lintang Panjer Rina adalah bahasa
sehari-hari dan sederhana, dari analisis psikologis sastra Daniel Tito memiliki
kemampuan dalam memberi perwatakan para tokoh-tokohnya. Proses-proses kejiwaan
para tokoh cukup dapat dipahami berdasarkan hukum-hukum psikologis. Hal ini
membuat novel ini dibaca dan tampak hidup.
1.2
Ideologi
Pengarang
Ternyata pandangan pengarang tentang
cinta, perjodohan dan kesetiaan berpengaruh terhadap penulisan cerita novel
Lintang Panjer Rina meskipun bukan merupakan cerminan pengalaman hidup
pengarangnya. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Lintang Panjer Rina
meliputi aspek Ketuhanan, perjuangan hidup, dan lain sebagainya.
Daniel Tito merupakan salah seorang
penulis novel yang mempunyai ciri khas sendiri. Beliau menggunakan bahasa yang indah
dalam penyampain cerita novelnya. Salah satu karya Daniel Tito adalah novel
berjudul Lintang Panjer Rina. Novel Lintang Panjer Rina karya Daniel Tito
adalah salah satu novel yang menggunakan bahasa Jawa ngoko.
Ada hal lain yang menarik dalam
novel Lintang Panjer Rina, yaitu banyak ditemukan kata, frasa atau bentuk
bahasa yang mengandung deiksis. Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya
tidak tetap (Purwo, 1982: 1). Untuk mengetahui suatu bentuk bahasa itu deiktis
atau tidak juga dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh dalam membaca novel ini
agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami isi cerita.
Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah jenis deiksis yang terkandung dalam novel Lintang Panjer
Rina dan acuannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis-jenis
deiksis apa saja yang terdapat dalam novel Lintang Panjer Rina karya Daniel
Tito dan acuan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu
pendekatan metodologis dan pendekatan teoretis.
Pendekatan metodologi yang digunakan
adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan deskriptif dan pendekatan teoretis
yang digunakan dalam pendekatan ini adalah pendekatan wacana. Data penelitian
ini adalah berupa bentuk bahasa baik itu morfem, kata maupun frasa. Sumber data
penelitian adalah novel Lintang Panjer Rina karya Daniel Tito. Teknik analisis
data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.
Teknik pengumpulan data dalam kajian
ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Pemaparan hasil analisis data
menggunakan metode informal. Hasil penelitiannya ditemukan deiksis persona
pertama contohnya seperti kata aku, kula, morfem –ku, tak-, dan frasa awake
dhewe, deiksis persona kedua contohnya seperti kata kowe, sampeyan, penjenengan,
morfem kok-, dan morfem –mu, deiksis persona ketiga contohnya kata dheweke,
morfem –ne, dan morfem –e, deiksis tempat seperti ing kana, ing kene, ing kono,
deiksis waktu seperti frasa wayah mengkono, yah mene, kata saiki dan wingi,
anafora seperti anak lurah, prawan ayu dan katafora seperti prawan pepujaning
ati dan kembange SPG Ngawi.
Acuan dari berbagai deiksis yang
ditemukan berupa nama orang, seperti Harjito, Winarsih, Joko, Om Beng, Mbok
Bakul, Sugeng, Sumardi dan lainnya. Penelitian ini mengkaji tentang jenis
deiksis pada novel Lintang Panjer Rina karya Daniel Tito. Diharapkan akan ada
penelitian lanjutan tentang deiksis dalam bahasa Jawa.
1.3
Hubungan
Pengarang dan Karyanya
Penulis ingin menyampaikan pada masa remajanya masyarakat pada masa
itu contohnya pada zaman dahulu belum ada
telefon genggam, sehingga hubungan antara Harjito dan Winarsih
hanya terjadi di sekolah. Seperti pada paragraf berikut ini: Harjito ngangkat
tangane, aweh sasmita. Winarsih nyawang papane Harjito ngadeg jinjit. Mesthi
wae dadi luwih katon wong Harjito dhewe dedeg-piadege wis dhuwur. Winarsih
ngedhepake mripat, njawab sasmitane Harjito. Tegese: mengko dhisik. Jika kita
bandingkan dengan keadaan masyarakan sekarang, hubungan sosial tersebut sangat
berbeda.
Jika Harjito dan Winarsih
hidup pada zaman sekarang, tentunya mereka akan menelefon atau smsan sebelum
saling bertemu. Tetapi berhubung pada masa itu mereka belum mempunyai telefon
genggam, mereka hanya bertemu disekolah saja dengan bahasa-bahasa isyarat jika
dari jauh. Contoh perubahan yang lain misalnya adanya sekolah SPG yang
pada masa itu menjamur di Indonesia. SPG yaitu sekolah dimana para lulusannya
langsung bisa menjadi guru. Selain SPG, terdapat pula Pendidikan Guru Agama,
dan Pendidikan Guru Olahraga. Sekolah-sekolah tersebut setara dengan SMA atau
SMK pada zaman sekarang.
Zama dahulu juga ada sekolah perawat yang setingkat dengan
SMA, sekolah bidan juga setara SMA, yang pada saat itu dinamakan SPK. Atau
sekolah keperawatan dan kebidanan. Kalimat yang membuktikan SPG pada
novel Lintang Panjer Rina adalah: “Dene mung sak Harjito, e kok tresnane bisa
ditampa dening kembange SPG Ngawi.” Dalam cerita tersebut Harjito sangat
bersyukur bisa diterima cintanya oleh Winarsih, yang merupakan wanita yang
terkenal karena kecantikannya.
Padahal harjito bukanlah orang yang berada. Di SPG tersebut
ada sua Winarsih, yang pertama Winarsih ayu dan satunya adalah Winarsih elek.
Harjito bersyukur mendapatkan Winarsih ayu. Indonesia mengharapkan para pendidik
dan para perawat agar lebih maju dalam hal pendidikan. Maka pada era
setelah orde baru, sekolah-sekolah pendidikan dan kesehatan setara SMA sedikit
demi sedikit mulai dihapus.
Pendidik minimal harus berkualifikasi S1 meskipun mereka mengajari
murid tingkat TK dan SD. Maka pada masa ini sudah tidak lagi ditemukan SPG
maupun SPK. Pemerintah bahkan mencanangkan program baru berupa SMK untuk murid
bertaraf SMA yang tidak ingin melanjutkan kuliah. Yang berbeda dari zaman
sekarang lainnya adalah kendaraan pada masa itu. Harjito kemana-mana menggunakan sepeda Begitu pula dengan
anak-anak lain yang sedang bersekolah.
Mereka menggunakan sepeda untuk alat transportasinya ketika akan
bersekolah. Kecuali kendaraan Sumardi yang merupakan orang kaya dan sudah bekerja
dan mapan. Sumardi menggunakan mobil plat merah yang merupakan mobil kantor
untuk keperluan sehari-hari. Kalimat yang menunjukkan bukti bahwa sepeda
merupakan transportasi sehari-hari anak sekolah yaitu, “Harjito mancal sepedane
mengidul. Lewat jalan sultan agung. Ngener sekolahane.”
Berbeda dengan gerak perubahan yang terjadi pada masyarakat masa
kini. Anak SMA pada zaman sekarang sudah diberi sepeda motor oleh ayah
ibunya dimana sepeda motor pada zaman dahulu merupakan barang mewah yang hanya
orang-orang yang sudah bekerja yang dapat
memakainya.
Anak SMA rata-rata menggunakan motor untuk berangkat ke sekolah.
Bahkan anak SMP pun sudah bisa menggunakan motor tetapi sekolah tidak
memperbolehkan para siswa SMP untuk membawa motor. Ketika Harjito berada di
lubuk linggau Harjito membuat surat untuk ibunya. Hal ini biasa dilakukan pada
zaman dahulu. Yaitu mengirim surat untuk keluarga yang ada dirumah ketika
sedang berada jauh dari rumah. Harjito sedang merantau sehingga harjito
mengirim surat untuk ibunya untuk memberikan kabar pada keluarganya yang ada
dirumah. Berbeda pada zaman sekarang.
Ketika seorang anak merantau, dia tetap dapat berhubungan dengan
orangtuanya dengan cara menelefon. Dia juga masih tetap berinteraksi dengan
teman-temannya karena sekarang marak jejaring sosial seperti Facebook,
twitter, dan lain-lain. Jaman sekarang seseorang mengirim surat hanya untuk
pemberitahuan tagihan, rekening koran dari bank, dan untuk mengirim kuis di
alamat yang mengharuskan untuk mengirim melalui pos. Kantor pos pun sekarang
sudah beralih fungsi menjadi jasa pengiriman.
Karena lebih banyak yang mengirimkan barang daripada
mengirimkan surat. Hal ini disebabkan karena maraknya olshop atau online shop
yang melakukan pembelian jarak jauh dan mengirimkan barangnya melalui media pos
atau jasa pengiriman barang. Pada saat Harjito mencari pengumuman wisuda
di ikip surabaya, Harjito mecari informasi tersebut di koran. Jaman dahulu
orang-orang melihat pengumuman yang ada di koran, dan menunggu koran jika ingin
melihat pengumuman.
Entah itu pengumuman kelulusan atau pengumuman diterimanya
seseorang di suatu universitas. Harjito juga melakukannya untuk melihat
pengumuman diterima atau tidaknya dia di Ikip Surabaya. Koran menjadi salah
satu media yang sangat penting pada masa itu. Berbeda dengan zaman sekarang,
sekarang melihat pengumuman sudah tidak lagi mencari koran, tetapi mencari pada
internet.
Internet mengambil alih sebagian besar kepentingan. Seperti
mendaftarkan anak pada sekolah, sekarang juga menggunakan internet. Apalagi
untuk melihat pengumuman kelulusan. Melalui internet pula. Internet sekarang
gunanya sangat besar bagi kehidupan sehari-hari. Harjito biasa mengisi
waktu luangnya dengan membaca koran atau membaca bacaan yang bermanfaat. Karena
zaman dahulu belum ada televisi atau internet.
3.1 Penutup/Pesan
Didalam novel Lintang Panjer Rina
sangat ditonjolkan percintaan dan perjodohan. Daniel Tito sebagai penulis
menceritakan percintaan dan perjodohan dengan latar tempat, waktu dan suasana
dengan apik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar