Kosmologi dan Kosmogoni dalam Novel Rembulan Ndadari Anggitan Yuliani

Kosmologi dan Kosmogoni dalam Novel Rembulan Ndadari
Anggitan Yuliani
1.1            Merantau
          Pada dasarnya kita ini semua adalah perantau. Dari buku sejarah yang saya baca waktu SD dan SMP dulu, saya ketahui bahwa bangsa Indonesia adalah perantau dari Yunan Cina Selatan. Mereka sukses hidup di Indonesia dan membentuk kerajaan-kerajaan sampai akhirnya menjadi kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit. Bahkan Majapahit mampu menguasai hampir seluruh Nusantara sampai ke negeri Syam atau Srilanka sekarang.
Seiring berjalannya waktu karena terpisah oleh pulau-pulau di nusantara maka timbullah suku-suku yang beraneka ragam di Indonesia. Asalnya mereka semua adalah perantau. Maka tak heran kalau di Indonesia ini penduduknya bercampur baur di seluruh daerah ada suku-suku dari bermacam daerah yang berbeda-beda.
Apalagi sejak Belanda menerapkan sistem “tanam paksa” yang memaksa penduduk pulau Jawa yang notabene bersuku Jawa dikirim ke pulau-pulau lain seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan hampir seluruh kepulauan di indonesia ada suku Jawa.
Suku Jawa yang terkenal ulet dan pekerja keras. Tahan bekerja di hutan membuka lahan pertanian sangat disukai untuk bekerja diperkebunan-perkebunan milik Belanda dulunya dan sampai sekarang juga masih bekerja di perkebunan PTP baik milik Pemerintah maupun milik swasta ataupun perusahan asing.
Untuk membuka lahan orang Jawa memang “jagonya”. Mereka tak takut dengan binatang buas yang ada dihutan. Para pekerja keras ini akhirnya membuka lahan untuk pertanian mereka dan bisa menjadi petani yang sukses di daerah lain. Tapi sayangnya setelah sukses mereka lupa untuk menyekolahkan anak mereka tinggi-tinggi karena merasa tanahnya yang lebar bisa untuk bekal anak-anaknya nanti. namun perubahan iklim politik dan otonomi daerah yang membuat mereka banyak terusir seperti kejadian di Aceh dan di Kalimantan. Tapi itu dulu jaman kakek-kakek saya. Sekarang tidak mereka sudah sadar bahwa pendidikkan itu sangat perlu.
Baiklah kembali ke topik pembahasan. Apa saja sih yang membuat orang Jawa itu sukses di perantauan? Ternyata perantau dari Jawa sering sukses di daerah lain karena mereka menjalankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bekerja keras dan Ulet
Kunci sukses memang pada keuletan dan kerja keras, siapapun dia bukan hanya orang Jawa. Jika mau ulet bekerja maka akan sukses baik dalam perantauan maupun ditempat asal.
2. Tidak Memilih-milih Pekerjaan
Kelebihan lain lagi bagi orang Jawa yang merantau tidak memilih-milih pekerjaan. Mereka sanggup mengerjakan pekerjaan yang berat seperti pada proyek pembukaan lahan hutan, proyek pembangunan jalan dan juga pembangunan gedung. Maka kita lihat banyak pekerja yang berasal dari Jawa yang mengerjakan pekerjaan itu di perantauan baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai TKI.
3. Tidak Pernah Mengeluh dan Tidak Suka Memberontak
Ini juga sikap yang disukai oleh para majikan yang mengerjakan mereka. Para perantau dari Jawa ini jarang mengeluh akan pekerjaannya. Jarang protes apalagi memberontak. Kadang dibayar murah atau gaji ditunda berbulan-bulan masih sabar.  Tapi semua itu ada batasnya jangan sampai mereka terlalu ditindas atau dizolimi. Semut saja jika terpijak akan menggigit.
4. Ramah dan Sopan dan hidup berdampingan dengan penduduk setempat
Pendatang atau perantau dari Jawa jarang yang bermasalah dengan penduduk setempat. Mereka bisa hidup berdampingan dengan damai. Sikap ramah dan sopan santun orang Jawa pantas diacungi jempol. Hal ini bukan karena penulis juga orang Jawa ya, hehe. Orang Jawa mudah bergaul dengan siapa saja di daerah manapun juga dan disenangi karena lemah lembut dan sopan santunnya itu.
5. Tidak pernah membuat onar dan kerusuhan
Keunggulan lain adalah mereka tidak pernah bikin rusuh atau keonaran. Karena sifatnya yang sabar dan “nrimo”. makanya jarang terjadi pergesekan atau pertentangan antar sesama mereka sendiri atau juga dengan penduduk setempat.
6. Selalu guyub dan akur dengan sesama perantau
Sesama perantau mereka sangat guyub alias akur. Bahkan mereka mengikrarkan diri menjadi saudara walau tak satu ayah dan ibu. Kadang jika mereka merantau dalam perjalanan yang sama dalam satu kapal, maka mereka mengikat tali persaudaran “sekapal”. Dalam pekerjaan dan juga usaha mereka juga jarang terjadi saling iri atau saling menjegal bisnis dan usaha sesama perantau.
7. Hemat dan gemar menabung
Siapapun harus hidup hemat dan menabung jika merantau. Karena merantau bertujuan untuk mencari penghidupan untuk keluarga yang ditinggalkan atau untuk bekal dimasa tua saat tak sanggup merantau atau untuk bekal kembali ke kampung halaman. Para perantau ini rela makan apa adanya dari hasil tanaman mereka sendiri yang penting ada nasi lauk garam atau ikan asin pun jadi. Maka jadilah mereka bisa sukses di perantauan.
8. Mengembangkan kesenian dan kuliner daerah asal di perantauan sebagai obat rindu kepada keluarga
Para perantau pastilah rindu dengan kampung halamannya. Sebagai obat rindu para perantau ini berkumpul dan mengembangkan kesenian di daerahnya di tempat perantauan. Sebagai hiburan untuk mengenang kampung halaman. Tak heran kesenian Jawa tersebar di seluruh Nusantara bahkan di Malaysia, apalagi di Suriname yang penduduknya banyak berasal dari Jawa. Ini jugalah yang membuat kesenian daerah Jawa menjadi tersebar dan lestari. Seperti ketoprak,Ludruk, Sendratari, Wayang kulit, Wayang Orang, kuda Lumping, Reog dan lain-lain. Demikian juga dengan makanan khas (kuliner) daerah jawa juga dilestarikan dan dibuat untuk meyesuaikan lidah agar betah diperantauan.
Tak heran  hampir di semua daerah di Nusantara yang ada orang Jawa pasti ada makanan dan keseniannya juga ikut dilestarikan. Demikianlah sekelumit tips dan sifat perantau dari Jawa yang tersebar di seluruh Indonesia dan juga di luar negeri. Semoga bisa memberi gambaran kepada kita bahwa merantau perlu kerja keras keuletan dan juga tenggang rasa serta sabar menghadapi segala tantangan dan rintangan di perantauan.















2.1     Latar Belakang Pengarang
          Pengarang dalam menceritakan novel ini menonjolkan kota Kediri sebagai latar yang digunakan oleh pengarang. Dalam novel ini pengarang menggunakan bahasa yang susah dipahami. Sehingga jika para pembacanya masih anak SMP, pembaca kurang memahami isi dari novel tersebut. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
            Kocapa jupri ingkang wonten Ing Pare, nalika sampun gadhah sedya badhe nglajengaken lampahipun, nunten numpak trem ingkang dhateng Kediri, pancen niyatipun badhe kesah dhateng ing kitha. Saminipun wonten ing Pare, Jupri sampun asring sanget mireng pawartos ingkang mratelaken, bilih ing stasiun Kedhiri misuwur kathah tukang ngutil ingkang penter-pinter, mila kathah sanget tiyang ingkang kecalan erloji tuwin gembes wonten ing stasiun wau amargi kautil tiyang. Salebetipun wonten trem Jupri tansah ngenget-enget dhateng prakawis punika, nanging ndilalah sadunungipun ing pangeran ingkang pinurugan kasupen, mandhapipun saking trem angeca-eca tilar waweka. Kala badhe medal saking stasiun Jupri sumerep wonten kretas abrit wiyar tumemplek ing tembok ingkang wonten seratipun ageng-ageng, sareng dipun waos ungelipun: awas tukang kutil!!!!!!
Bahasa yang susah dimengerti juga ditemukan dalam kutipan sebagai berikut:
            Sakeh janma kudu ngati-ati, marang etrap silaning sandhangan, aywa mung janji tumemplek, sadereng sampunipun, jinaga ywa nganti dadi marganing pocapannya, jalma sanesipun, upama paris kinarya, kathok utawa celana ejas masthi ingaran janma owah. (halaman 49)
            Riyin limrahipun tiyang estri sami najisake teng sekolahan, nanging saniki empun kathah ingkang ngertos yen panganggep ingkang mekaten niku klintu, sarta enggih empun kayhah ingkang ngertos teng bedane tiyang estri pinter lan tiyang estri bodho yen mengerti napa-napa, uwos umpamane, limrahie mawi enjet onten ing saka, angger saberuk tinegeran jlaret satunggil, yen uwose kathah jlarete enggih kathah ngantos ngebaki saka wau, tiyang estri ingkang pinter boten purun nglampahi mekaten, kathah utawi sekedik mawi potlot mawon, awit piyambake ngertos, pengetan mawi enjetniku boten prayogi, kejawi kerowan gampil sanget klintu, utawi enggih damel kotor teng saka, sinawang boten patut. Cobi kula tembangke nggih? (halaman 87)



















2.2     Ideologi Pengarang
            Pengarang ingin menceritakan tentang kisah Jupri yang tinggal di kedhiri dan menetap dikota tersebut, namun setelah dua bulan Jupri memutuskan untuk pergi ke Tulungagung. Didalam novel ini juga disebutkan derajat wanita. Hal tersebut terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
            Jupri lajengkesah madosi peken sarwi manggul pethinipun, samargi-margi dipun taweni kusir, “mangga ndhokar mas” nanging Jupri ajeg mangsuli, ‘boten’. Anggenipun mangsuli wau kanthi gregetan, tiyang artanipun ical sedaya teka  samargi-margi tinawenan dhokar. (halaman 34)
            Wiwit ing dinten punika Jupri dados tukang mbarang tembang, saben wande saben griyanipun priyantun dipun ampiri, mbarang tembang wonten ngriku, angsal-angsalipun arta, satirahipun ingkang kangge tumbas tedha dipun klempakaken. (halaman 58)
            Perjalanan Jupri di Kedhiri dan pergi menuju Tulungagung terlihat dalam cuplikan sebagai berikut:
            Jupri kendhel wonten ing kitha Kediri kalih wulan, saking ngriku terus dhateng Tulungagung, boten sarana numpak sepur, nanging sarana mlampah kemawon, ngiras mbrang nyekar wonten ing margi. Boten sedaya tiyang nggadhahi welas dhateng Jupri, satunggal kalih wonten ingkang sengit ingatasipun tiyang ingkang taksih rosa kiyat makaten teka mbarang. Malah sampun nate kelampahan, ing satunggalipun dinten Jupri mampir dhateng salah satunggalipun dinten Jupri mampir dhateng salah satunggalipun griya ingkang ageng abagus, sedayanipun inggih badhe mbarang nyekar, nanging saweg kemawon mapan linggih wonten emper, ingkang gadhah griya pikaten mawi tembung sugal’ kowe wong ndi?’ (halaman 32)
            Riyin limrahipun tiyang estri sami najisake teng sekolahan, nanging saniki empun kathah ingkang ngertos yen panganggep ingkang mekaten niku klintu, sarta enggih empun kayhah ingkang ngertos teng bedane tiyang estri pinter lan tiyang estri bodho yen mengerti napa-napa, uwos umpamane, limrahie mawi enjet onten ing saka, angger saberuk tinegeran jlaret satunggil, yen uwose kathah jlarete enggih kathah ngantos ngebaki saka wau, tiyang estri ingkang pinter boten purun nglampahi mekaten, kathah utawi sekedik mawi potlot mawon, awit piyambake ngertos, pengetan mawi enjetniku boten prayogi, kejawi kerowan gampil sanget klintu, utawi enggih damel kotor teng saka, sinawang boten patut. Cobi kula tembangke nggih? (halaman 87)

















2.3     Hubungan Pengarang dengan Karyanya
            Pengarang Novel Rembulan Ndadari ingin menceritakan kisah hidup seseorang yang bernama Jupri yang mulanya tinggal di Pare dan ingin mengadu nasib di Kedhiri. Kemudian pengarang menceritakan nasib tokoh yang bernama Jupri. Hal ini terbukti dalam kutipan :
            Kocapa Jupri ingkang wonten ing Pare, nalika sampun gadhah sedya badhe nglajengaken lampahipun, nunten numpak trem ingkang dhateng Kedhiri, pancen niyatipun badhe kesah dhateng ing kitha wau. Salaminipun wonten ing Pare, Jupri sampun asring sanget mireng pawartos ingkang mratelaken, bilih ing stasiun Kedhiri misuwur kathah tukang ngutil ingkang pinter-pinter, mila kathah sanget tiyang ingkang kecelan erloji tuwin gembes wonten ing stasiun wau amargi kautil tiyang. (halaman 75)
            Jupri lajeng kesah masodi peken sarwi manggul pethinipun, samargi-margi dipun taweni kusir, ‘Mangga ndhokar, mas.’ Nanging Jupri ajeng mangsuli, ‘Boten.’ Anggenipun mangsuli wau kanthi gregetan, tiyang artanipun ical sadaya teka samargi-margi tinawenan dhokar. (halaman 86)
            Wiwit ing dinten punika Jupri dados tukang mbarang tembang, saben wande utawi saben griyanipun priyantun dipun ampiri, mbarang tembang wonten ingriku, angsal-angsalipun arta, satrirahipun ingkang kangge tumbas tedha dipunklempakaken. (halaman 89)
            Didalam Novel Rembulan Ndadari, penulis menceritakan dengan bahasa yang susah dimengerti. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
            Raga kasar raga alus yekti, butuh pangan kalawan sandhangan, kang diluhung sakabehane, kang gedhe pedahipun, kang sawastu amunpangatipun, ywa pangan lawan sandhang, kang awujud racun, kang bisa dadi jalaran, rusak ira raga kasar alus sami, kang wus kasebut ngarsa. Halaman (48)
            Sakeh janma kudu ngati-ati, marang etrap silaning sandhangan, aywa mung janji tumemplek, sadereng sampunipun, jinaga ywa nganti dadi, marganing pocapannya, jalma sanesipun, upama paris kinarya, kathok utawa calana ejas masthi janma owah. (halaman 56)
            Samangke Mantri pulisi boten samar malih, wangsul saged nemtokaken bilih saestu Guna sampun sakuthon kaliyan Kartadipa mawi kabiyantu dening lurah carik badhe nindakaken raja pejah, nyirnakaken pun Jupri. Kajawi saking punika inggih lajeng mangertos ugi, bilih ingkang mandung dhateng griyanipun kaji Abdulsalam ing malem minggu ingkang kapengker, boten sanes inggih pun Guna punika. Arta saringgit ingkang taksih gumletak ing meja kapendhet malih, kalebetaken ing kanthongipun, mila mekaten awit gadhah sedya badhe nyepeng pun Guna ing wektu punika ugi, nanging ing wektu samanten pun Jupri lajeng wicanten, ‘Dhuwit kuwi rak kanggo patukon rokoke Kang Guna, Kang’. (halaman 92)
            Dari kutipan-kutipan diatas membuktikan bahwa pengarang masih menggunakan bahasa Kawi. Terbukti banyak ditemukan kata-kata arkais yang tidak banyak dimengerti oleh masyarakat banyak.












3.1     Penutup/Pesan
            Demikian Kosmologi dan Kosmogoni novel Rembula Ndadari ini saya buat dengan segala keterbatasan. Didalam Novel tersebut ditemukan latar belakang pengarang yang dalam menceritakan novel ini menonjolkan kota Kediri sebagai latar yang digunakan oleh pengarang. Dalam novel ini pengarang menggunakan bahasa yang susah dipahami. Didalam novel tersebut banyak ditemukan bahasa-bahasa arkais yang tidak banyak orang mengerti.
            Pengarang ingin menceritakan tentang kisah Jupri yang tinggal di kedhiri dan menetap dikota tersebut, namun setelah dua bulan Jupri memutuskan untuk pergi ke Tulungagung. Didalam novel ini juga disebutkan derajat wanita.
            Jadi pada intinya didalam Novel Rembulan Ndadari dengan pengarang Yuliani banyak mengandung ajaran, walaupun kekurangannya adalah menggunakan bahasa yang susah untuk dimengerti oleh masyarakat banyak.

0 Responses

Posting Komentar