Persamaan dan Perbedaan antara Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan Film Sang Penari
Eni Rosmala Dewi
Persamaan dan Perbedaan antara
Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan Film Sang Penari
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebuah karya sastra tercipta karya
sastra lain itu bisa saja terjadi, Setiap karya pasti mempunyai referensi
dari karya lain sebelum karya itu lahir dan menjadi karya yang baru. Karya yang
baru tersebut secara otomatis mempunyai hubungan terhadap karya yang sebelumnya
telah ada, dan hubungan tersebut disebut dengan intertekstual. Hubungan
tersebut dapat secara eksternal maupun internal. Sebenarnya tidak hanya dua
karya yang dapat dilihat mempunyai hubungan interteks. Dapat juga dalam karya
satu dengan beberapa karya yang lain, tidak hanya dengan satu karya. Karya yang
mempunyai hubungan interteks tidak hanya didapat dari satu jenis karya,
misalnya novel dengan novel lain, cerpen dengan cerpen, novel dengan film. Namun
hubungan interteks tersebut dapat dilihat dari berbagai jenis, misalnya cerpen
dengan lukisan, puisi dengan patung, dan sebagainya.
Novel Ronggeng dukuh paruk karya
Ahmad Tohari dan film Sang Penari adalah suatu karya sastra yang berhubungan,
dimana film Sang penari adalah adaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk. Oleh karena
itu, peneliti akan mengkaji novel dan film tersebut secara lebih mendalam untuk
dapat mengetahui hubungan yang terdapat dalam kedua karya yang merupakan satu
jenis.
B. Pembatasan Masalah
Novel Ronggeng Dukuh Paruk dengan
film Sng Penari dikaji dengan Intertekstual yang mempunyai
banyak bahan untuk dikaji. Karena hal tersebut, peneliti membatasi masalah yang
akan dikaji dalam makalah ini. Pembahasan dalam makalah ini hanya mengkaji
tentang beberapa aspek persamaan dan
perbedaan yang ada pada novel dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari dan film Sang Penari serta penentuan hipogarm dan teks
transformasi dari kajian intertekstual.
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana persamaan tema, perwatakan, setting,
dan penggunaan bahasa, yang terdapat pada
novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari dan film Sang Penari?
2.
Bagaimana penentuan hipogram dan teks
transformasi dari kajian intertekstual pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan film Sang
Penari?
D. Tujuan
1.
Dapat
mengetahui persamaan tema, perwatakan, setting,
dan penggunaan bahasa, yang terdapat pada
novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari dan film Sang Penari
2. Dapat menentukan
hipogram dan teks transformasi dari kajian intertekstual pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari dan film Sang Penari
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Pengertian dari intertekstual sebenarnya mempunyai kata asal
yang berupa kata inter dan teks. Gentte menggunakan istilah intertekstualitas
bagi kehadiran teks lain di dalam suatu teks, antara lain cuplikan yang paling
sering ditemukan dalam karya, misalnya plagiat, yaitu hubungan yang sangat
nyata tetapi seringkali tak diakui, atau alusi yaitu hubungan yang tidak begitu
eksplisit.
Suatu bentuk hubungan intertekstualitas lain adalah
pengambilan kembali salah satu unsur karya terdahulu. Dari segi metodologis,
teks-teks yang dipinjam itu tidak perlu disoroti. Yang perlu dianalisis adalah
bagaimana pinjaman itu terintegrasi di dalam tempatnya yang baru, dan apakah
maknanya tetap atau berubah (Reuter, 1991: h.130-131).
Sedangkan Interteks
menurut Rifaterre dalam artikel yang ditulisnya di majalah Literature no 41 berjudul “L’lntertexte inconnu” (1981), Rifaterre
menyatakan bahwa sering ada kerancuan dalam penggunaan istilah intertexte ‘interteks’ dan intertextualite ‘intertekstualitas’,
menurut pendapatnya kedua istilah itu perlu dibedakan. Yang dimaksus sengan
interteks oleh Rifaterre adalah:
Keseluruhan teks yang
dapat didekatkan dengan teks yang ada di hadapan kita, keseluruhan teks yang
dapat ditemukan dalam pikiran seseorang ketika membaca suatu bagian teks. Jadi,
interteks adalah korpus yang tak terbatas. Memang, bisa saja ditemukan bagian
awalnya itu adalah teks yang membangkitkan asosiasi pikiran segera setelah kita
mulai membaca. Sebaliknya, jelas bahwa tidak akan terlihat bagaimana akhirnya.
Banyak tidaknya asosiasi pikiran ini tergantung dari luasnya pengetahuan budaya
si pembaca. Pengenalan interteks yang ada sebelumnya timbul dari sejarah
pengaruh, warisan sastra, dari penelitian tradisonal tentang sumber, suatu
tradisi yang pada masa kini kurang dihargai. Pengenalan tentang interteks yang
datang kemudian timbul dan sejarah keabadian suatu karya sastra (Rifaterre Okke
Zaimar, 1991).
BAB III
PEMBAHASAN
·
Sinopsis
Film Sang Penari
Film
Sang Penari sesungguhnya berasal dari Novel Ronggeng Dukuh Paruk. Yang menceritakan
perjalanan Srintil menjadi Ronggeng di dukuh Paruk. Film ini berawal dari masa
kecil Srintil, diceritakan disini Srintil berteman dengan Rasus. Memang sejak
kecil Srintil Sudah suka menari.
Pada
masa Srintil kecil masih ada ronggeng di Dukuh Paruk yang sering dipanggil Jeng
Nganten. Namun karena ulah dari orang tua Srintil yang meracuni orang kampung
Dukuh Paruk dengan tempe bongkrek, maka ronggeng tersebut ikut mati. Sejak
Srintil dewasa, Srintil bertekad untuk menjadi ronggeng. Namun Rasus, teman
masa kecilnya tidak setuju. Rasus memang sudah lama suka dengan Srintil, dia
tidak rela orang yang dia sukai menjadi milik banyak orang.
Rasus
sudah mencegah Srintil untuk menjadi ronggeng, namun tidak berhasil. Sebelum
Srintil melakukan buka klambu dan melakukan hubungan suami istri dengan orang
yang telah dipilih oleh dukunnya, Srintil terlebih dulu melakukannya dengan
Rasus. Rasus sangat mencintai Srintil dan tetap melarang Srintil untuk jadi
ronggeng, namun Srintil tetap pada pendiriannya. Hal tersebut membuat Rasus
pergi dari Dukuh Paruk untuk menjadi tentara. Sementara Srintil tetap menjadi
ronggeng.
1.
Persamaan Novel Ronggeng Dukuh Paruk
dengan Film Sang Penari
a.
Persamaan Tema
Tema pada novel
Ronggeng Dukuh Paruk dan Film Sang
Penari mempunyai persamaan, yaitu sama-sama menceritakan perjalanan Srintil ketika menjadi
ronggeng di Dukuh Paruk.
·
Penjelasan:
Ø Pada novel Ronggeng Dukuh Paruk dituliskan sebagai berikut:
Penonton
menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit. Hanya dituntun oleh nalurinya,
Srintil mulai menari. Matanya setengah terpejam. Sakarya yang berdiri di
samping Kartareja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin
membuktikan kata-katanya, bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang
ronggeng. Dan Kartareja, sang dukun ronggeng, mendapat kenyataan itu. (halaman 19).
Kartareja
percaya percaya penuh, Srintil dilahirkan di Dukuh Paruk atas restu arwah
Secamenggala dengan tugas menjadi ronggeng. Penampilan Srintil yang pertama,
membuat Kartareja mangangguk dan mengangguk. (halaman 20).
Ø Pada
film Sang penari terdapat petikan sebagai berikut:
“Aku ini sudah puluhan tahun kenal
ronggeng. Suara Jengnganyen ini sudah seperti ronggeng. Bau badan Jengnganten
itu, bau badan ronggeng. Kalau nanti indangnya pergi saya juga tahu.” (petikan
dialog Sakum).
“Mugi Jengnganten Srintil kepareng
dadi Ronggeng wonten ing Dukuh Paruk.” (petikan dialog
Kartareja).
b.
Persamaan
Perwatakan
Karena
film Sang Penari adalah adaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk, jadi
perwatakan tokoh utama yaitu Srintil dibuat sama dengan novel Rnggeng Dukuh
paruk. Watak dari Srintil disini diceritakan kokoh pada pendiriannya, dia tetap
bersi keras untuk menjadi Ronggeng di Dukuh Paruk.
·
Penjelasan :
Ø Pada
novel Ronggeng Dukuh Paruk dituliskan sebagai berikut :
Dan engkau tahu bahwa aku senang
menjadi ronggeng bukan? (halaman 54).
Ø Pada
film Sang Penari terdapat petikan sebagai berikut :
“Kamu mbok tahu dari dulu aku
seneng joged. Aku mung males kebecikan, kebecikane Eyang Secamanggala yang
sudah jaga Dukuh Paruk seisinya. Kabeh wong sekampung seneng Sus, kalau ada
ronggeng lagi.” (petikan dialog Srintil).
c.
Persamaan
Setting/Latar
Setting
tempat yang ada pada novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang penari adalah
sama-sama ada di Dukuh Paruk.
·
Penjelasan :
Ø Dalam
novel Ronggeng Dukuh paruk dituliskan sebagai berikut :
Dua puluh tiga rumah berada
dipedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. Konon, moyang semua orang
Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala, seorang bromocorah yang sengaja mencari
daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberadaannya. Di Dukuh
Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya.
(halaman 10)
Ø Dalam
film Sang Penari terdapat petkian sebagai berikut :
“Ada hubungane karo lestari Dukuh
Paruk. Iki wujud, wujud darma baktine anak putu marang leluhure, Ki
Secamenggala.” (petikan dialog Ki Kartareja)
d.
Penggunaan
Bahasa
Penggunaan
bahasa dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari adalah menggunakan
bahasa campuran, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa (Banyumasan).
·
Penjelasan :
Ø Dalam
novel Ronggeng Dukuh Paruk dituliskan sebagai berikut :
“Aku bersedia membuatkan badogan
untukmu,” sambung Rasus menawarkan jasa.
“Tak usah, kalau mau ambilkan aku
daun bancang. Nanti badogan ini lebih baik,” jawab Srintil.
(halaman 12)
Antu
tawa. Antu tawa. Awas ada antu tawa! Tutup semua tempayan! Tutup semua makanan!
(halaman 22)
Ø Dalam
film Sang Penari terdapat petikan sebagai berikut :
“Dadi Srintil itu dadi Ronggeng
sejak lair?”
“Maksute kang Srintil itu
betul-betul kepancingan indang”
“Sakarya, Sakarya. Dadi sampeyan
itu sudah tau kalau orang kepancingan indang”
“Oh, jangan salah trima kang, kalau
soal rangkap, ya Cuma kowe yang tahu kang, yang bisa. Yang penting Dukuh Paruk
ini bakalan punya Ronggeng lagi kang” (petikan dialog antara
Kartareja dan Sakarya).
Didalam
novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang Penari ini juga ditemukan kata-kata
yang kurang sopan.
·
Penjelasan :
Ø Dalam
novel Ronggeng Dukuh Paruk dituliskan sebagai berikut :
“Santayib. Engkau anjing! Asu
buntung. Lihat bokor ini biru karena beracun. Asu buntung. Engkau telah
membunuh semua orang. Engkau.... engkau aaasssu...”
(halaman 26).
Dasar kalian semua, asu buntung!
Aku tetep segar-bugar meski perutku penuh tempe bongkrek. Kalian mau mampus,
mampuslah. Jangan katakan tempeku mengandung racun. Kalian memang asu buntung
yang sepantasnya mampus!” (halaman 28).
Ø Dalam
film Sang Penari terdapat petikan sebagai berikut:
“Bubar, bubar. Ini bukan
bongkrekku, bongkrekku kering ini pageblug. Asu buntung yah! Bajingan! Kieh
bongkrekku kieh! Asu kabeh yah!” (petikan dialog
Santayib).
2.
Penentuan hipogram dan teks transformasi dari kajian intertekstual pada
novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan film Sang
Penari
Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan
hipogram dari film Sang
Penari, dan film Sang
Penari merupakan transformasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk. Hipogram dan
teks transformasi tersebut dapat dilihat dari cerita Film Sang Penari yang mengadaptasi dari novel
Ronggeng Dukuh Paruk.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan film Sang
Penari mempunyai kesamaan, yaitu persamaan tema, persamaan
perwatakan, persamaan setting/latar, penggunaan bahasa seperti yang sudah disebutkan di
atas. Selain itu
terdapat pengaruh dan bukti bahwa adanya hipogram dan teks transformasinya. Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan
hipogram dari film Sang
Penari, dan film Sang
Penari merupakan transformasi dari novelRonggeng Dukuh Paruk.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar